Pages

Saturday, March 17, 2012

Salman Al-Faritzi, Pencari Kebenaran

Salman Al-Farisi mengisahkan tentang dirinya:

"Aku berasal dari Isfahan, warga suatu desa yang bernama "Ji". Bapakku seorang bupati di daerah itu, dan aku merupakan makhluk Allah yang paling disayanginya. Aku membaktikan diri dalam agama Majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api, yang bertanggung jawab atas nyalanya dan tidak membiarakannya padam.

Bapakku memiliki sebidang tanah. Pada suatu hari aku disuruhnya ke sana. Dalam perjalanan ke tempat tujuan, aku melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Kudengar mereka sedang sembahyang, kemudian aku masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara mereka sembahyang dan kataku dalam hati, 'lni lebih baik dari apa yang aku anut selama ini!'

Aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam sehingga membatalkan untuk pergi ke tanah milik bapakku dan tidak kembali pulang, hingga bapak mengirim orang untuk menyusulku. Karena agama mereka menarik perhatianku, kutanyakan kepada orang-orang Nasrani dari mana asal usul agama mereka. 'Dari Syiria', ujar mereka.

Ketika aku berhadapan dengan bapakku, kukatakan kepadanya, 'Aku lewat pada suatu kaum yang sedang melakukan upacara sembahyang di gereja. Upacara mereka amat mengagumkanku. Kulihat pula agama mereka lebih baik dari agama kita.'

Aku dan bapakku pun melakukan diskusi, tetapi berakhir dengan dirantainya kakiku dan dipenjarakannya diriku.

Kepada orang-orang Nasrani kukirim berita bawah aku telah menganut agama mereka. Kupinta pula apabila datang rombongan dari Syiria, supaya aku diberi tahu sebelum mereka kembali karena aku akan ikut bersama mereka ke sana. Permintaanku mereka kabulkan, lalu kuputuskan rantai, meloloskan diri dari penjara, dan menggabungkan diri dengan rombongan itu menuju Syiria.

Sesampai di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, dijawabnya bahwa ia adalah uskup pemilik gereja. Kemudian aku datang kepadanya dan kuceritakan keadaanku. Akhirnya, tinggallah aku bersamanya sebagai pelayan, melaksanakan ajaran mereka, dan belajar.

Sayang uskup itu orang yang tidak baik beragamanya karena sedekah yang dikumpulkannya dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, ternyata disimpan untuk dirinya sendiri.

Kemudian uskup itu wafat. Dan mereka mengangkat orang lain sebagai gantinya. Kulihat tak ada seorang pun yang lebih baik beragamanya dari uskup baru ini. Aku pun mencintainya sedemikian rupa sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang lebih kucintai sebelum itu daripadanya.

Hingga tatkala ajalnya telah dekat, tanyaku kepadanya, 'Seperti yang Anda maklumi, telah dekat saat berlakunya takdir Allah atas diri Anda. Maka apakah yang harus aku perbuat dan siapakah sebaiknya yang harus aku hubungi?'

'Anakku,' ujarnya, 'tak seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul.'

Lalu, takkala ia wafat, aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang disebutkannya itu. Kuceritakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.

Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang saleh yang tinggal di Nasibin. Aku datang kepadanya dan kuceritakan perihalku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah pula.

Tatkala ia hendak meninggal, aku bertanya pula kepadanya. Kemudian aku disuruhnya untuk menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi.

Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya. Sebagai bekal hidup aku beternak sapi dan kambing beberapa ekor.

Akhirnya, dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan kepadanya siapa yang harus aku percayai sepeninggalnya. Ujarnya, 'Anakku, tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat aku percayakan engkau kepadanya.

Namun, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. la nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam.

Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia. Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang, yaitu ia tidak mau makan harta sedekah, sebaliknya, dia bersedia menerima hadiah, dan dipundaknya ada cap kenabian yang jika kau melihatnya, kau akan segera mengenalinya.

Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah Arab. Aku pun berkata kepada mereka, 'Maukah kalian membawaku ke negeri kalian dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?' Mereka pun menyetujuinya.

Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka menjualku kepada seorang Yahudi.

Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan menjadi tempat hijrah nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.

Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari datang seorang Yahudi dari Bani Quraizhah yang membeliku darinya. Aku dibawanya ke Medinah dan demi Allah baru saja kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.

Aku tinggal bersama Yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah saw. yang datang ke Medinah dan singgah di Bani 'Amr bin 'Auf di Quba.

Pada suatu hari ketika aku berada di puncak pohon kurma, sedangkan majikanku sedang duduk di bawahnya, tiba-tiba datang seorang Yahudi saudara sepupunya yang berkata, 'Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang lelaki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi!'

Demi Allah, baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku pun bergetar keras hingga pohon kurma itu bagai berguncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan aku bertanya kepada orang tadi, 'Apa kata Anda? Ada berita apa?'

Bukan jawaban yang aku terima, melainkan pukulan telak dari majikanku seraya berkata, 'Apa urusanmu dengan ini?! Ayo, kembali bekerja!'

Setelah hari petang, kukumpulkan semua yang ada padaku, lalu keluar dan pergi menemui Rasulullah saw. di Quba. Aku masuk menemuinya ketika beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan.

Lalu, kataku kepada mereka, 'Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedekah. Dan setelah mendengar keadaan tuan-tuan, menurut hematku, tuan-tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini,' kataku sambil menghidangkan makanan di hadapan beliau.

'Makanlah dengan nama Allah!' sabda Rasulullah saw kepada para sahabatnya, tetapi beliau tidak sedikit pun mengulurkan tangannya untuk menjamah makanan itu.

Demi Allah, kataku dalam hati, inilah salah satu dari tanda-tandanya, yaitu ia tidak mau memakan harta sedekah.

Aku kembali pulang, tetapi keesokan harinya pagi-pagi aku kembali menemui Rasulullah saw sambil membawa makanan. Aku berkata kepadanya, 'Kulihat Tuan tidak ingin makan makanan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan kepada Tuan sebagai hadiah' sambil kutaruh makanan di hadapannya.

Kemudian kepada para sahabatnya bersabda, 'Makanlah dengan menyebut nama Allah!'

Beliau pun turut makan bersama para sahabatnya. Demi Allah, inilah tanda yang kedua, yaitu ia bersedia menerima hadiah.

Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian aku pergi mencari Rasulullah saw. dan kutemui beliau di Bapi' sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh para sahabatnya. la memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan padanganku hendak melihat tanda di pundaknya. Rupanya ia mengerti maksudku, lalu disingkapkanlah kain burdahnya dari lehernya dan tampaklah tanda yang kucari di pundaknya, yaitu cap kenabian sebagaimana yang disebutkan oleh pendeta dulu.

Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu, aku dipanggil menghadap oleh beliau. Aku duduk di hadapannya, lalu aku ceritakan kisahku kepadanya.

Akhirnya, aku pun masuk Islam, tetapi perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk menyertai Perang Badar dan Uhud. Kemudian pada suatu hari Rasulullah saw. memerintahkan kepadaku, 'Mintalah kepada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang tebusan!'

Aku turuti perintah beliau dan para sahabat diperintahkan untuk membantuku dalam soal keuangan.

Akhirnya, aku dimerdekakan oleh Allah SWT dan hidup sebagai seorang muslim yang bebas merdeka. Aku pun menjadi bagian bersama Rasulullah dalam Perang Khandaq dan peperangan lainnya."

Wednesday, March 7, 2012

Hassan Al Bana

Hasan Al Banna dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun 1906 M. Ayahnya, Syaikh Ahmad al-Banna adalah seorang ulama fiqh dan hadits. Sejak masa kecilnya, Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan otaknya. Pada usia 12 tahun, atas anugerah Allah, Hasan kecil telah menghafal separuh isi Al-Qur'an.
Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah.


Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia 14 tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.

Demikianlah sederet prestasi Hasan kecil. Selain prestasinya di bidang akademik, Ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak masa mudanya Hasan Al-Banna selalu terpilih untuk menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Bahkan pada waktu masih berada di jenjang pendidikan i'dadiyah (semacam SMP), beliau telah mampu menyelesaikan masalah secara dewasa, kisahnya begini:

Suatu siang, usai belajar di sekolah, sejumlah besar siswa berjalan melewati mushalla kampung. Hasan berada di antara mereka. Tatkala mereka berada di samping mushalla, maka adzan pun berkumandang. Saat itu, murid-murid segera menyerbu kolam air tempat berwudhu. Namun tiba-tiba saja datang sang imam dan mengusir murid-murid madrasah yang dianggap masih kanak-kanak itu. Rupanya, ia khawatir kalau-kalau mereka menghabiskan jatah air wudhu. Sebagian besar murid-murid itu berlarian menyingkir karena bentakan sang imam, sementara sebagian kecil bertahan di tempatnya. Mengalami peristiwa tersebut, al Banna lalu mengambil secarik kertas dan menulis uraian kalimat yang ditutup dengan satu ayat Al Qur'an, "Dan janganlah kamu mengusir orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya."(Q. S. Al-An'aam: 52).
Kertas itu dengan penuh hormat ia berikan kepada Syaikh Muhammad Sa'id, imam mushalla yang menghardik kawan-kawannya. Membaca surat Hasan al Banna hati sang imam tersentuh, hingga pada hari selanjutnya sikapnya berubah terhadap "rombongan anak-anak kecil" tersebut. Sementara para murid pun sepakat untuk mengisi kembali kolam tempat wudhu setiap mereka selesai shalat di mushalla. Bahkan para murid itu berinisiatif untuk mengumpulkan dana untuk membeli tikar mushalla!

Pada usia 21 tahun, beliau menamatkan studinya di Darul 'Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma'iliyah. Hasan Al Banna sangat prihatin dengan kelakuan Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di negaranya. Puluhan ulama Turki dijebloskan ke penjara. Demikianlah keadaan dunia Islam ketika al Banna berusia muda. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini jahil (bodoh) terhadap ajaran Islam.

Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak manusia kepada Allah, mengajak manusia untuk memberantas kejahiliyahan (kebodohan). Dakwah beliau dimulai dengan menggalang beberapa muridnya. Kemudian beliau berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini beliau lakukan teratur dua minggu sekali. Beliau dengan perkumpulan yang didirikannya "Al-Ikhwanul Muslimun," bekerja keras siang malam menulis pidato, mengadakan pembinaan, memimpin rapat pertemuan, dll. Dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwah beliau.
Pada masa peperangan antara Arab dan Yahudi (sekitar tahun 45-an), beliau memobilisasi mujahid-mujahid binaannya. Dari seluruh Pasukan Gabungan Arab, hanya ada satu kelompok yang sangat ditakuti Yahudi, yaitu pasukan sukarela Ikhwan. Mujahidin sukarela itu terus merangsek maju, sampai akhirnya terjadilah aib besar yang mencoreng pemerintah Mesir. Amerika Serikat, sobat kental Yahudi mengancam akan mengebom Mesir jika tidak menarik mujahidin Ikhwanul Muslimin. Maka terjadilah sebuah tragedi yang membuktikan betapa pengecutnya manusia. Ribuan mujahid Mesir ditarik ke belakang, kemudian dilucuti. Oleh siapa? Oleh pasukan pemerintah Mesir! Bahkan tidak itu saja, para mujahidin yang ikhlas ini lalu dijebloskan ke penjara-penjara militer. Bahkan beberapa waktu setelah itu Hasan al Banna, selaku pimpinan Ikhwanul Muslimin menemui syahidnya dalam sebuah peristiwa yang dirancang oleh musuh-musuh Allah.

Dakwah beliau bersifat internasional. Bahkan segera setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Hasan al Banna segera menyatakan dukungannya. Kontak dengan tokoh ulama Indonesia pun dijalin. Tercatat M. Natsir pernah berpidato didepan rapat Ikhwanu

Doa Akhir Majelis

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
SUB_HAANAKALLOHUMMA WABI_HAMDIKA
Maha suci Engkau Ya Alloh dan dengan memujiMu
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLA ANTA
Aku bersaksi bahwa tia-da Tuham selain Engkau.
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
ASTAGHFI-RUKA WA ATUUBU ILAIK.
Aku mohon ampunanMu dan aku brtaubat padaMu.
رواه النسائي والترمذي
(HR. An Nasa’i & At-Turmudzy )
lihat kitab Al-Adzkaar An-Nawawy halaman 265

Bekal Sukses



Dear Teman,

Kita adalah RAJA dari pikiran
kita sendiri.

Oleh sebab itu usahakanlah selalu
berprasangka positif, dan hindari
pikiran negatif.

Sebagai 'raja' yang baik, kita
harus mampu untuk slalu memilih
respon positif, meski di tengah
lingkungan paling buruk sekalipun!

Jangan pernah berkata atau merasa
'aku gak layak..'  Bercita-citalah
yang besar... berpikirlah maju!

Kita tidak diciptakan untuk menjadi
kalah, tapi diciptakan untuk
memberikan kemenangan!
:-)

Salam Luar Biasa dari sahabatmu,

Bekal Sukses Itu Bernama "PD"

Teman,
Masalah krisis kepercayaan diri (krisis
PD) seringkali menjadi salah satu
masalah klasik yang dialami oleh
sebagian orang.

Meski kelihatannya sederhana, namun
jika dibiarkan berlama-lama, krisis PD
bisa jadi bumerang tersendiri. Salah
satunya, potensi yang ada dalam diri
kita akan terhambat.

Sekarang mari kita ulas sejauh mana
pengaruh kepercayaan diri bisa
mempengaruhi keberhasilan seseorang.

Saat menghadiri seminar atau sebuah
pertemuan misalnya, banyak di antara
kita yang lebih nyaman memilih tempat
duduk di belakang ketimbang di depan.
Alasannya kadang sederhana.. "takut
ditanya sama si pembicara". lol

Namun saat seminar sudah dimulai, yang
duduk paling belakang seringkali jadi
tidak begitu kelihatan atau terdengar
dengan baik apa yang dibicarakan oleh
si pembicara karena terhalang oleh
mereka yang duduk di depan!

Pernah merasa seperti itu? :-)

Atau saat kita masih berstatus pelajar,
apakah kita termasuk yang malu-malu
untuk angkat tangan dan memberikan
jawaban yang sebenarnya kita tahu atas
pertanyaan yang ditanyakan guru kita? :-)

Sekarang, mari kita cari tahu apa saja
yang menyebabkan orang suka minder atau
kurang PD! Berikut beberapa alasannya:
1. Sering berpikir yang 'tidak-tidak'
    tentang diri mereka!

"Coba kalau aku tinggi, aku mau dong
jadi model terkenal seperti Luna Maya!
...Tapi sayang, aku nih pendek & item,
gigiku gondrong lagi!!"

** lol, kasihan amet... hehe

Teman, jangan pernah memandang
sebelah mata terhadap diri kita. Semua yg
kita miliki adalah anugerah Tuhan yang pasti
ada manfaatnya.
Coba baca lagi artikel pertama yang
dulu pernah saya kirimkan dengan judul
"Hargai apa yang kita miliki"
. :-)
2. "Takut Salah" bisa membuat kita
     tidak maju.

Jika kita selalu takut salah dalam
melakukan sesuatu, maka pastinya kita
tidak akan pernah bisa berhasil.

Janganlah Teman takut salah! Karena
kesalahan sebenarnya adalah langkah
awal menuju keberhasilan.

Tokoh-tokoh besar dunia yang
penemuannya sekarang kita nikmati,
dulunya mereka banyak melakukan
kesalahan. Namun, mereka terus dan
terus mencoba untuk memperbaiki
kesalahannya hingga tercipta sebuah
penemuan yang besar, seperti lampu
pijar, pesawat terbang, Google :-)

Dan masih banyak lagi yang lain!
Oleh sebab itu, jangan pernah takut
salah!
3. Jika kita bergaul dengan pengecut,
    otomatis kita juga akan jadi pengecut

Teman, pergaulan bisa mempengaruhi
kepribadian kita. Jika Teman berada di
lingkungan yang mayoritas tidak punya
rasa PD tinggi, maka jangan harap Teman
bisa PD.

Yakinlah, sedikit banyak, PD kita
sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dimana kita berada. Oleh sebab itu,
pandai-pandailah mencari teman atau
pergaulan yang memiliki kepercayaan
tinggi.

Teman juga pasti pernah mendengar
istilah "Jika ingin kaya, bergaulah
dengan orang-orang kaya".

Maksudnya, bukan berarti kalau kita
tidak punya uang bisa bersandar pada
mereka dan pinjam uang! :-) Tapi tujuan
kita adalah bisa menyerap 'cara
berpikir' mereka yang bisa membuat
mereka menjadi kaya!
4. Tidak perlu terpengaruh pendapat
    orang lain

Kita seringkali terpengaruh dengan
pendapat orang lain. Sayangnya, tidak
semua pendapat itu benar. Pendapat atau
masukan dari luar boleh saja kita
tampung. Tugas kita adalah *mengolahnya*,
sekaligus untuk evaluasi diri.

Jika ada pendapat yang justru membuat
Teman menjadi mundur dan tidak
berhasil, maka Teman perlu menolaknya,
tanpa perlu terpengaruh oleh pendapat
itu.

Singkat kata, hilangkan jauh-jauh rasa
minder dalam diri kita. Teman tidak
perlu resah dengan kekurangan yang ada.
Jika ada melakukan kesalahan, tinggal
perbaiki kesalahan yang Teman buat, dan
jadikan kesalahan itu sebagai pengalaman.

The last but not least...
Selalu perkaya diri Teman dengan ilmu
.
Karena dengan memiliki banyak ilmu,
otomatis kekurangan kita dalam hal lain bisa
tertutupi oleh kelebihan lain yang kita miliki!

Teman, begitu banyak orang yang tidak
menyadari 'sleeping giant' dalam
dirinya. Potensi dahsyat dan besar yang
acapkali diabaikan oleh alam pikirannya
sendiri, yaitu perasaan minder!

So, percaya dirilah Teman! Agar semua potensi
dahsyat yang Teman miliki *keluar* dan
tidak lagi terhambat! :-)
sumber: Anne Ahira

Anak Kita Nakal ?

Anak nakal, adalah sebuah pernyataan yang sering didapatkan dari para orang tua yang sering mengeluh dengan perilaku anaknya. Salah satu contohnya adalah ketika anak usia balita yang suka me ‘ngacak-acak’ rumah sehingga suasana menjadi berantakan sekali, menyobek majalah, membanting benda-benda, menarik telapak meja, dan terus bergerak seperti tidak kenal cape.
Perlu disadari para orang tua, bahwa perilaku anak tersebut yang kita, para orang tua, disebut nakal, adalah tanda-tanda anak cerdas. Dan seharusnya kita bersyukur mempunyai anak seperti itu, bukan malah mengeluh anak sulit diatur, susah duduk manis, susah diam dll. Bukankah orang tua bangga jika mempunyai anak cerdas ?
Untuk memahami mengapa anak usia balita cenderung tidak bisa diam, suka meng eksplorasi isi rumah, menurut Ayah Edy ada 6 tahapan kecerdasan anak berikut ini :
1.  To Know
Yaitu rasa ingin tahu. Anak balita akan cenderung penasaran terhadap hal-hal dan barang-barang yang ada di sekitarnya. Matanya tidak akan berhenti mengeksplorasi sekitarnya, apalagi jika benda-benda yang berwarna mencolok, bergerak dan mengeluarkan bunyi-bunyian.
2. Now I Feel That
Yaitu ingin memegang. Setelah balita melihat benda-benda di sekitarnya, selanjutnya ia akan berusaha meraih dan memegangnya.
3. Yes I Know That
Yaitu ingin mengeksplorasi. Saat benda-benda yang ia lihat sudah berhasil dipegangnya, sang balita akan membolak balik dan memutar-mutar benda tersebut.
4. Why
Yaitu mempertanyakan. Yang ada dalam pikiran balita, akan muncul banyak pertanyaan, misalnya mengapa bercahaya, mengapa bergerak, mengapa berbunyi dll
5. How If We
Balita akan mencoba menjawab pertanyaan 4. dengan cara membanting, melempar, menginjak, merobek dll
6. I Found That Fact
Pada tahap ini, setelah balita puas dengan eksplorasinya, ia akan meninggalkan benda tersebut untuk beralih ke benda yang lainnya.
Dari tahapan kecerdasan tersebut, jika orang tua melakukan pelarangan terhadap balita atau anak, maka syaraf otak nya akan putus sehingga menganggu proses menuju tahap kecerdasan yang lebih tinggi.
Pilihan ada di tangan orang tua, apakah ingin mendapatkan anak cerdas, atau anak yang biasa biasa saja.
Semoga bermanfaat